Jakarta, Kompas – Teater atau genre sastra lakon masih diyakini sebagai alat yang artikulatif untuk menyampaikan pesan, gagasan, bahkan gugatan. Garapan teater bertajuk Nyai Ontosoroh yang masih dalam persiapan termasuk yang menyampaikan gugatan terhadap subordinasi perempuan.
Demikian penjelasan Faiza Mardzoeki, penulis lakon Nyai Ontosoroh di Jakarta, Kamis (26/10). Menurut rencana naskah itu akan dipentaskan di 13 kota antara Desember 2006 dan Maret 2007 oleh grup teater yang berbeda-beda. Di Jakarta, pementasan Nyai Ontosoroh akan dilaksanakan April 2007, bertepatan dengan peringatan Hari Kartini.
Lakon Nyai Ontosoroh, kata Faiza, merupakan naskah yang disadur dari roman Bumi Manusia karya almarhum Pramoedya Ananta Toer. Buku tersebut merupakan bagian dari tetralogi Pulau Buru.
Tokoh Nyai Ontosoroh dalam buku karya Pram tersebut digambarkan sebagai nyai dari seorang Belanda.
Di tengah stigma seorang nyai sebagai orang yang tidak punya norma kesusilaan lantaran menjadi istri simpanan, Nyai Ontosoroh berhasil mengelola peternakan dan perkebunan.
Nyai Ontosoroh pula yang kemudian berpengaruh besar kepada Minke. Minke kemudian menjadi penulis yang karya-karyanya berani dan menggugat penindasan oleh penjajah.
Faiza Mardzoeki yang merangkap sebagai produser pertunjukan mengungkapkan, Nyai Ontosoroh mempunyai peranan dalam proses pembangunan bangsa, termasuk dalam kelompok perempuan maju.
”Mereka tertindas, tetapi punya potensi untuk menyerap pengetahuan dari tuan-tuannya yang umumnya berperadaban Eropa,” ujarnya.
Faiza melihat apa yang dialami Nyai Ontosoroh masih relevan dengan kondisi saat ini. Walaupun, sudah banyak kemajuan, peranan dan pengakuan terhadap perempuan masih menjadi persoalan pelik.
Faiza yakin teater merupakan bentuk ekspresi seni yang baik untuk menyampaikan gagasan tertentu.
Dia berharap gugatan peran perempuan dalam pementasan tersebut nantinya dapat disampaikan. Apalagi, di ranah seni teater, masih sedikit yang mengangkat tema-tema perempuan.
”Teater mampu berinteraksi langsung dengan audiensnya,” kata Faiza yang pernah mementaskan Perempuan Di Titik Nol karya penulis perempuan Nawal El-Sadawi, dan terbilang sukses.
Sementara itu sutradara Ken Zuraida dari Bengkel Teater menyatakan tertarik menyutradai pementasan naskah itu tidak semata karena menyadur karya penulis besar Pramoedya Ananta Toer. Naskah itu menggugat peran perempuan yang subordinatif dan masih relevan sampai kini. ”Saya merasa tertantang untuk menerjemahkan tokoh Nyai Ontosoroh di atas panggung,” ujar dia.
Para pemain telah terpilih dan saat ini telah memasuki masa latihan. Tokoh Nyai Ontosoroh akan diperankan oleh Hapy Salma, tokoh Minke diperankan David Chalik, Magda Peters diperankan Ine Febriyanti, dan tokoh Anellis dimainkan Maryam Supraba.
Adapun tokoh Acong akan diperankan Edi Haryono, tokoh Darsam akan diperankan Zainal Abidin Domba, dan Jean Marais diperankan Agus Herman Susanto. (INE)