Kerangka Acuan Kegiatan ‘Ibsen Goes To School”
Bicara Sastra dan Lingkungan di Sekolah & Universitas
Diselenggarakan oleh INSTITUT UNGU
bekerjasama dengan AMAN dan Komunitas Teater Palangkaraya
Didukung Kedutaan Norwegia di Jakarta
Palangkaraya 22, 23, 24 September 2014
LATAR BELAKANG KEGIATAN
Sejak tahun 2010, Institut Ungu telah sukses menyelenggarakan program “Ibsen dan Gender” melalui dramanya yang sangat kontroversial tentang kedudukan perempuan di mata masyarakat, yaitu A doll’s House yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi “Rumah Boneka”.
Drama Rumah Boneka tersebut telah sangat sukses dipentaskan di Aceh (2013), Bandung (2012) dan Jakarta (2011). Kegiatan ini diselenggarakan disertai berbagai seminar atau dikusi publik terkait dengan isu-isu perempuan dan kesetaraan gender dan berbagai kegiatan kebudayaan lain seperti tari, pembacaan puisi.
Pementasan Teater Rumah Boneka yang diselengagrakan di gedung-gedung utama seni pertunjukan di Indonesia tersebut tersebut dikunjungi ribuan orang dan telah memicu banyak dikusi.
Kegiatan tersebut telah memberi pengalaman yang baik bahwa kegiatan kebudayaan bisa sangat dekat dengan aspek-aspek kehidupan masyarakatnya. Bahkan, bisa dimanfaatkan sebagai strategi populer yang mampu menjangkau banyak pihak untuk mendiskusikan masalah-masalah penting dalam kehidupan kita, seperti masalah gender dan hak-hak perempuan dengan lebih terbuka.
Seperti kita ketahui bersama, Ibsen adalah dramawan yang melampau jamannya, secara kritis bisa membaca masyarakatnya. Ia juga bisa dikatakan sebagai kiblatnya para teaterawan dunia yang mencintai drama realis. Karya-karyanya yang ditulis lebih dari 100 tahun itu tetap menawan dan terasa dekat dengan persoalan kekinian yang dihadapi oleh masyarakat dunia.
Ibsen tidak hanya berbicara soal kedudukan perempuan di masyarakat. Ia juga menyinggung banyak aspek kehidupan. Dengan tajam ia mempersoalkan masalah demokrasi, kekuasaan bahkan persoalan lingkungan yang menyangkut keselamatan habitat manusia dan sekitarnya seperti dalam karyanya yang berjudul “An Enemy of The People “.
Berdasarkan pengalaman positif tersebut, Institut Ungu merasa perlu untuk melanjutkan program Ibsen di Indonesia dengan tema-tema yang makin luas. Pilihan kali ini jatuh kepada karyanya yang berjudul “An Enemy of The People” yang telah diterjemahkan dan diadaptasi ke dalam bahasa Indonesia berjudul “Subversif!”.
Subversif! akan dipentaskan di Palangkaraya pada Oktober 2014 dan di Jakarta pada Maret 2015, dengan melibatkan berbagai macam elemen masyarakat seperti seniman, akademisi, aktivis, mahasiswa/pelajar dan pemerintah. Pementasan teater ‘Subversif! Ini merupakan bagian dari upaya Penguatan Seni sebagai agen perubahan di Masyarakat.
Untuk menunjang kegiatan tersebut, akan diadakan kegiatan berupa Ibsen Goes To School:
“Bicara Sastra dan Lingkungan di Sekolah dan Universitas”
KONSEP ‘Ibsen Goes to School”
Seni dan sastra sudah lama berperan dalam upaya pedagogial yang menyenangkan dan populer, termasuk untuk kalangan pelajar dan mahasiswa. Melalui seni dan sastra ini kita bisa bicara banyak seperti masalah pendidikan, keadaan masyarakat dan masalah lingkungan.
Dalam rangka melihat kemungkinan tersebut, Institut Ungu menginisiatifi sebuah kegiantan bertajuk Ibsen Goes To School: “Bicara Sastra dan Lingkungan di Sekolah dan Universitas”
Kegiatan ini bekerja sama dengan AMAN (Aliansi Mayarakat Adat) dan Komunitas Teater Palangkaraya didukung oleh Kedutaan Norwegia di Jakarta.
Ada apa dengan Sastra dan Lingkungan?
Dalam beberapa dekade belakangan ini masalah lingkungan telah menjadi perhatian serius umat manusia di seluruh dunia. Terutama tentang pencemaran laut, udara, pembabatan hutan yang masif hingga masalah pemanasan global. Berbagai dikusi, seminar dan tulisan mengenai persoalan lingkungan tersebut telah bertebaran hingga kini.
Lalu apa kaitannya dengan sastra? Para penulis telah lama menyimpan perhatian terhadap maasalah-masalah lingkungan sejak lama. Sebagai contoh misalnya penulis abad romantik di Eropa (abad ke 16) menuliskan keindahan-keindahan alamnya.
Lalu, bagaimana dengan perkembangan jaman, di mana alam juga telah menghadapi berbagai perubahan dan kerusakan? Apakah para penulis tersebut juga merespon ke dalam karya-karyanya?
Ibsen goes To School akan mengajak pelajar dan mahasiswa bicara soal sastra yang mengusung tema persoalan lingkungan dengan mengambil contoh karya sastra Ibsen misalnya ‘Enemy of The People”. Selain itu akan mengambil contoh pula karya sastra klasik penulis Indonesia misalnya karya Muhamad Yamin. Pembahasan karya sastra ini adalah sebagai pintu masuk bagaimana seni sastra juga bisa membahas persoalan lingkungan dan alam atau bagaimana penulis merespon alam dan lingkungan dalam karya-karyanya
Untuk itu, dalam seminar ini akan akan mencoba mendiskusikan seputar masalah atau pertanyaan di bawah ini:
1. Apakah munculnya ratusan perusahaan tambang dan perkembunan mempunyai dampak terhadap kondisi lingkungan alam yang kemudian juga berpengaruh terhadap situasi warga khususnya kaum perempuan, termasuk di dalamnya masyarakat adat?
2. Bagaimana peran perempuan dalam menghadapi tantangan ini ?
3. Bagaimana peran pemerintah, pendidikan dan kesenian dalam merespon situasi yang ditimbulkan oleh keadaan yang terus berkembang ?
4. Apakah Dunia Seni dan Pendidikan bisa bersinergi untuk berpartisipasi aktif dalam mendorong perubahan positif di masyarakat untuk menjaga keamanan dan kelestarian lingkungan serta kemajuan perempuan termasuk di dalamnya kelompok masyarakat adat
TUJUAN SEMINAR
1. Membangun dialog dan berbagi pengetahuan antara masyarakat, dunia seni, pendidikan dan pemerintah tentang masalah-masalah perempuan dan lingkungan di Kalimantan Tengah
2. Mencari kemungkinan bagaimana kegiatan seni dan pendidikan bisa bersinergi dan bisa berpartisipasi dalam mendorong perubahan-perubahan positif untuk keberlangsungan lingkungan hidup dan kemajuan perempuan termasuk kelompok masyarakat adat
Seminar ini akan di bagi ke dalam dua sesi Dikusi Panel:
PARA PANELIS:
PANEL I:
Pengetahuan Umum dari para ahli mengenai Masalah-masalah Lingkungan dan Perempuan di Kalimantan Tengah, dengan 3 panelis:
1. Academic Enviromentalist (Ahli Lingkungan): Membahas Situasi terkini kajian mengenai perusahaan-perusahaan Tambang dan Perkebunan di Kalimantan Tengah dan dampaknya terhadap alam dan lingkungan
2. Feminist Enviromentalist (Ahli ekofeminisme) : Membahas Situasi terkini kajian mengenai perusahaan-perusahaan Tambang dan Perkebunan di Kalimantan Tengah dari perspektif perempuan dan melihat dampaknya terhadap perempuan termasuk masyarakat adat
3. Perempuan Aktivis Lingkungan: Memaparkan pengalaman langsung dalam kegiatan advokasi lingkungan untuk perempuan. Pembelajaran apa yang bisa dipetik dari pengalaman tersebut?
PANEL II:
Peluang kerjasama sinergis antara dunia seni dan pendidikan untuk untuk terlibat aktif dalam memajukan perubahan-perubahan positif di masyarakat khususnya untuk lingkungan dan perempuan termasuk di dalamnya masyarakat adat
1. Budayawan/Seniman akan membahas bagaimana peran dunia kesenian dan pelaku seni (seniman) untuk terlibat dalam isu-isu lingkungan dan perempuan. Adakah contoh-contoh karya seni atau sastra yang telah memberi perhatian kepada isu lingkungan sehingga bisa memberi inspirasi atau refleksi kepada publik?
Apakah ada inisiatif-inisiatif dari para seniman/budayawan untuk terlibat dalam memajukan perubahan-perubahan positif di masyarakat untuk keadaaan lingkungan dan perempuan?
2. Akademisi/Guru sekolah: Bagaimana dunia pendidikan turut mengambil peran dalam mendidik murid-muridnya/mahasiswanya untuk mencintai lingkungan dan memiliki pengetahuan akan keberlanjutan lingkungan. Metode dan Medium apa yang bisa digunakan untuk keperluan tersebut?
3. Pemerintah : Peran apa yang bisa dilakukan pemerintah untuk mendorong dan memfasilitasi dunia seni dan pendidikan supaya bisa turut berpatisipasi aktif mendorong perubahan-perubahan positif di masyarakat untuk kemajuan perempuan dan keadaan Lingkungan di Kalimantan Tengah
PESERTA SEMINAR
4. Seniman/budayawan
5. Pendididik/Guru/Akademisi
6. Pelajar/mahasiswa
7. Aktivis lingkungan dan perempuan
8. Pemerintah dan pembuat kebijakan
9. Masyarakat Adat
Peserta berjumlah 150-200 orang, perempuan dan laki-laki.
ALUR ACARA
Pukul 8.30.00 s/d 9.30: Kopi Pagi
9.30.00 – 9. 45Pembukaan : Pentas Tarian Masyarakat Adat
9.45- 10.05
1. Sambutan 1. Penjelasan mengenai program oleh Penanggung Jawab program /Direktur Institut Ungu : Faiza Mardzoeki ( 5 Menit)
2. Sambutan Direktur AMAN (5 Menit)
3. Sambutan Gubernur/Pemerintah Kalimantan Tengah/(5 Menit)
4. Sambutan Kedutaan Norwegia (5 Menit)
10.05-10.15
Baca Puisi Tentang Lingkungan oleh Seniman Kalimantan Tengah dan Puisi tantang Perempuan dan Dinda Kanya Dewi (Masing-Masing 5 Menit)
10.15 – 10.45: PANEL I (Lihat Penjelasan/Uraian tentang dikusi Panel)
Masing-masing Panelis 10 Menit
1. Academic Enviromentalist (Ahli Lingkungan)
2. Ahli Ekofeminisme (Perempuan Ahli tentang Lingkungan-Kajian Lingkungan dari Perpektif Feminis/Perempuan)
3. Perempuan Aktivis Lingkungan
10.45.00 -11.30 : Dikusi/Tanya Jawab dan Review oleh Moderator
11.30- 12.00: PANEL II (Lihat Penjelasan/Uraian tentang dikusi panel
Masing-Masing Panelis 10 Menit
1. Budayawan/Seniman
2. Guru/Pendidik
3. Pemerintah
12.00 – 12. 45
Tanya Jawab dan Dikusi dan review oleh Moderator
12.45- 13.00 : REVIEW UMUM dari MODERATOR /PENUTUPAN
13.00 ISTIRAHAT MAKAN SIANG
PENANGGUNG JAWAB SEMINAR:
Institut Ungu dan AMAN
Ketua Pelaksana: Vivi Widywati dan Titan